Senin, 17 Desember 2012

Resensi novel Rumah Di Seribu Ombak


(Resensi Buku) Rumah di Seribu Ombak


Samihi, seorang muslim yang tinggal di Singaraja Bali. Ia tinggal bersama ayah dan adik perempuannya, Syamimi di sebuah desa yang dihiasi oleh dua kebudayaan yang berbeda, Hindu dan Islam. Ibu dan Kakak laki – laki Samihi meninggalkan keluarga mereka terlebih dahulu. Almarhum ibunya, selalu berpesan agar Samihi tidak bermain dekat – dekat dengan laut ataupun air yang telah merenggut nyawa kakaknya, Sabri. Padahal bagi anak Singaraja, samudra adalah kehidupan mereka. Laut adalah tempat mereka tinggal, bermain, bekerja, dan segala kehidupan ada disana.

Kejadian yang hampir menempatkan Samihi dalam bahaya mempertemukan Samihi dengan Wayan Yanik. Seorang anak Hindu yang tinggal bersama ibunya seorang diri. Ayahnya pergi meninggalkannya dan menikah lagi bersama wanita lain. Sejak pertemuan itulah, Samihi dan Yanik menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Walaupun perbedaan keyakinan mereka, tak pernah mengganggu kebersamaan mereka. Di desa Kalidukuh, hal seperti itu telah biasa. Antar umat beragama saling menjaga kerukunan dan toleransi dengan sesama. dahulu Ayah Samihi, seorang pemuka agama Islam di desa kalidukuh adalah sahabat dari ayah Yanik yang merupkan seorang hindu yang taat. Persahabatan mereka menurun kepada Samihi dan Yanik.

Yanik yang berkehidupan di samudra, awalnya menertawakan ketakutan Samihi akan air. Tetapi setelah mengetahui cerita dibalik ketakutannya, Yanik maklum dan tak pernah mengolok – oloknya lagi. Yanik yang hanya hidup berdua dengan ibunya yang sakit – sakitan harus berjuang sendiri. Berhenti bersekolah untuk melanjutkan hidupnya. Ia telah menjalani segala kesengsaraan hidup dan tak pernah menyerah. Karena masih ada ibunya yang harus diperjuangkan. Yanik bercita – cita menjadi seorang surfer yang handal dan sangat menyukai lumba – lumba. Setiap kali bersama Samihi, yanik akan menceritakan berbagai macam hal tentang lumba – lumba dan Samihi hanya akan mengiyakannya. Sedangkan Samihi adalah pecinta hikayat dan puisi. Perbedaan bukan berarti tak pernah dapat menyatukan kedua sahabat itu.


Persahabatan Samihi dan Yanik, membuat mereka saling mengerti satu sama lain. Suka dan duka mereka lewati bersama. Hingga suatu hari, Samihi mengetahui rahasia terdalam yang disembunyikan sejak lama oleh Yanik. Sebuah tekanan batin yang tak seharusnya ditanggung oleh seorang anak yang semestinya bersenang – senang di masa anak – anak. Rahasia yang membuatnya malu untuk mengungkapkannya dan menjadi bayang – bayang yang menghantuinya setiap waktu. Dibalik keceriaan yang selalu dilihat oleh Samihi, Yanik menyimpan sebuah rahasia yang tak pernah seorangpun mengetahuinya.

Disetiap cerita pasti mengandung sebuah kepahitan. Persahabatn Samihi dan Yanik mulai diuji. Sebuah peristiwa membuat Samihi dan Yanik terpisahkan. Menimbulkan luka yang membuat mereka saling berjauhan. Tetapi persahabatan mereka tak bisa begitu saja berakhir. Samihi dan Yanik berjuang di jalannya masing – masing. Mereka saling tak tergantikan, kebersamaan mereka telah mengakar kuat walaupun harus dipisahkan. Hingga Samihi berusaha melawan ketakutannya demi seorang Yanik.




Resensi Buku: Rumah di Seribu Ombak

 
         Di Kalidukuh, Singaraja, Bali Utara, sepasang sahabat bernama Samihi Ismail dan WayanYanik bershabat dalam indahnya perbedaan mereka. Samihi, pemeluk agama Islam yang tekun beribadah, dan Wayan Yanik, pemeluk Hindu yang selalu sumarah dan taat terhadap agamanya, saling berteman akrab, berbagi cerita, merangkai pahit manisnya jalan kehidupan bersama. Mereka saling mendukung bersama, misalnya, pada saat Lebaran, Yanik ikut merayakannya bersama keluarga Samihi, sedangkan saat Nyepi, Samihi menghormatinya dengan tidak keluar dari rumah dan ikut menyepi bersama. Kemudian Yanik membantu Samihi untuk latihan sebelum lomba qiraah dimulai di kampung mereka. Qiraah adalah lomba melantunkan ayat-ayat Al-Quran dengan tembang yang merdu. Samihi adalah wakil kampung mereka dalam kompetisi Qiraah se-Bali Utara.

 Cerita demi cerita yang berhubungan dengan Bali pun banyak dikupas di dalam novel ini, seperti kejadian bom Bali di Kuta, Legian, pada tahun 2002, agama Islam dan Hindu sebagai sosiologis latar agama di Singaraja, Pantai Lovina dan ikan lumba-lumba, juga masalah pelecehan seksual turis asing terhadap anak-anak lokal Bali diceritakan pula di dalam novel ini.  

 Rumah di Seribu Ombak menceritakan kepada kita secara apik bagaimana persahabatan dapat dibangun di atas peliknya perbedaan. Contoh kecil perdamaian dunia dapat digambarkan lewat Samihi dan Yanik. Mimpi dan perjuangan diceritakan dengan mengalir oleh penulisnya, Erwin Arnada. Tampak betul betapa telitinya penulis melakukan riset sebelum menulis novel Rumah di Seribu Ombak ini. Intinya, buku ini ingin memberitahu kepada pembaca bahwa persahabatan dan masa depan berjalan beriringan. Sahabat adalah manusia yang mampu menghilangkan ketakutan terbesar sahabatnya dan salah satusistem pendukung terbesar bagi keberhasilan sahabatnya. 

"Sebenarnya, rahasia yang kami jaga untuk menjadi juara adalah konsentrasi dan doa." - Rumah di Seribu Ombak (halaman 330)

Arnada, Erwin. 2011. Rumah di Seribu Ombak. Jakarta: Gagas Media.

“Rasa takut adalah belukar yang siap membelit siapa saja yang membiarkan dirinya dicekam perasaan itu.”
Erwin Arnada, Rumah di Seribu Ombak
 “Hari ini kupelajari satu hal lagi tentang kehidupan. Bahwa banyak misteri dan hal-hal serba tidak pasti yang harus kita hadapi dalam hidup ini. Detik ini kita bahagia, belum pasti detik berikutnya bahagia itu berlanjut. Kadang-kadang, ada duka yang menunggu di ujung rasa bahagia yang kita rasa.”
Erwin Arnada, Rumah di Seribu Ombak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar