(Resensi Buku) Rumah di Seribu Ombak
Samihi, seorang muslim yang tinggal di Singaraja Bali. Ia tinggal bersama
ayah dan adik perempuannya, Syamimi di sebuah desa yang dihiasi oleh dua
kebudayaan yang berbeda, Hindu dan Islam. Ibu dan Kakak laki – laki Samihi
meninggalkan keluarga mereka terlebih dahulu. Almarhum ibunya, selalu berpesan
agar Samihi tidak bermain dekat – dekat dengan laut ataupun air yang telah
merenggut nyawa kakaknya, Sabri. Padahal bagi anak Singaraja, samudra adalah
kehidupan mereka. Laut adalah tempat mereka tinggal, bermain, bekerja, dan
segala kehidupan ada disana.
Kejadian yang hampir menempatkan Samihi dalam bahaya mempertemukan Samihi
dengan Wayan Yanik. Seorang anak Hindu yang tinggal bersama ibunya seorang diri. Ayahnya pergi
meninggalkannya dan menikah lagi bersama wanita lain. Sejak pertemuan itulah,
Samihi dan Yanik menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Walaupun perbedaan
keyakinan mereka, tak pernah mengganggu kebersamaan mereka. Di desa Kalidukuh,
hal seperti itu telah biasa. Antar umat beragama saling menjaga kerukunan dan
toleransi dengan sesama. dahulu Ayah Samihi, seorang pemuka agama Islam di desa
kalidukuh adalah sahabat dari ayah Yanik yang merupkan seorang hindu yang taat.
Persahabatan mereka menurun kepada Samihi dan Yanik.
Yanik yang berkehidupan di samudra, awalnya menertawakan ketakutan Samihi
akan air. Tetapi setelah mengetahui cerita dibalik ketakutannya, Yanik maklum
dan tak pernah mengolok – oloknya lagi. Yanik yang hanya hidup berdua dengan
ibunya yang sakit – sakitan harus berjuang sendiri. Berhenti bersekolah untuk
melanjutkan hidupnya. Ia telah menjalani segala kesengsaraan hidup dan tak
pernah menyerah. Karena masih ada ibunya yang harus diperjuangkan. Yanik
bercita – cita menjadi seorang surfer yang handal dan sangat menyukai lumba –
lumba. Setiap kali bersama Samihi, yanik akan menceritakan berbagai macam hal
tentang lumba – lumba dan Samihi hanya akan mengiyakannya. Sedangkan Samihi
adalah pecinta hikayat dan puisi. Perbedaan bukan berarti tak pernah dapat
menyatukan kedua sahabat itu.
Persahabatan Samihi dan Yanik, membuat mereka saling mengerti satu sama
lain. Suka dan duka mereka lewati bersama. Hingga suatu hari, Samihi mengetahui
rahasia terdalam yang disembunyikan sejak lama oleh Yanik. Sebuah tekanan batin
yang tak seharusnya ditanggung oleh seorang anak yang semestinya bersenang –
senang di masa anak – anak. Rahasia yang membuatnya malu untuk mengungkapkannya
dan menjadi bayang – bayang yang menghantuinya setiap waktu. Dibalik keceriaan
yang selalu dilihat oleh Samihi, Yanik menyimpan sebuah rahasia yang tak pernah
seorangpun mengetahuinya.
Disetiap cerita pasti mengandung sebuah kepahitan. Persahabatn Samihi dan
Yanik mulai diuji. Sebuah peristiwa membuat Samihi dan Yanik terpisahkan.
Menimbulkan luka yang membuat mereka saling berjauhan. Tetapi persahabatan
mereka tak bisa begitu saja berakhir. Samihi dan Yanik berjuang di jalannya
masing – masing. Mereka saling tak tergantikan, kebersamaan mereka telah
mengakar kuat walaupun harus dipisahkan. Hingga Samihi berusaha melawan
ketakutannya demi seorang Yanik.
Di Kalidukuh, Singaraja, Bali Utara, sepasang sahabat
bernama Samihi Ismail dan WayanYanik bershabat dalam indahnya perbedaan mereka.
Samihi, pemeluk agama Islam yang tekun beribadah, dan Wayan Yanik, pemeluk
Hindu yang selalu sumarah dan taat terhadap agamanya, saling berteman akrab,
berbagi cerita, merangkai pahit manisnya jalan kehidupan bersama. Mereka saling
mendukung bersama, misalnya, pada saat Lebaran, Yanik ikut merayakannya bersama
keluarga Samihi, sedangkan saat Nyepi, Samihi menghormatinya dengan tidak
keluar dari rumah dan ikut menyepi bersama. Kemudian Yanik membantu Samihi
untuk latihan sebelum lomba qiraah dimulai di kampung mereka. Qiraah
adalah lomba melantunkan ayat-ayat Al-Quran dengan tembang yang merdu. Samihi adalah wakil
kampung mereka dalam kompetisi Qiraah se-Bali Utara.
Cerita demi cerita yang berhubungan dengan Bali
pun banyak dikupas di dalam novel ini, seperti kejadian bom Bali di Kuta,
Legian, pada tahun 2002, agama Islam dan Hindu sebagai sosiologis latar agama
di Singaraja, Pantai Lovina dan ikan lumba-lumba, juga masalah pelecehan
seksual turis asing terhadap anak-anak lokal Bali diceritakan pula di dalam novel
ini.
Rumah di Seribu Ombak menceritakan kepada kita
secara apik bagaimana persahabatan dapat dibangun di atas peliknya perbedaan.
Contoh kecil perdamaian dunia dapat digambarkan lewat Samihi dan Yanik. Mimpi
dan perjuangan diceritakan dengan mengalir oleh penulisnya, Erwin Arnada.
Tampak betul betapa telitinya penulis melakukan riset sebelum menulis novel Rumah
di Seribu Ombak ini. Intinya, buku ini ingin memberitahu kepada pembaca
bahwa persahabatan dan masa depan berjalan beriringan. Sahabat adalah manusia
yang mampu menghilangkan ketakutan terbesar sahabatnya dan salah satusistem
pendukung terbesar bagi keberhasilan sahabatnya.
"Sebenarnya, rahasia yang kami jaga untuk
menjadi juara adalah konsentrasi dan doa." - Rumah di Seribu Ombak
(halaman 330)
Arnada, Erwin. 2011. Rumah di Seribu Ombak.
Jakarta: Gagas Media.
“Rasa takut adalah belukar
yang siap membelit siapa saja yang membiarkan dirinya dicekam perasaan itu.”
― Erwin Arnada, Rumah di Seribu Ombak
― Erwin Arnada, Rumah di Seribu Ombak
“Hari ini kupelajari satu hal lagi tentang
kehidupan. Bahwa
banyak misteri dan hal-hal serba tidak pasti yang harus kita hadapi dalam hidup
ini. Detik ini kita bahagia, belum pasti detik berikutnya bahagia itu
berlanjut. Kadang-kadang, ada duka yang menunggu di ujung rasa bahagia yang
kita rasa.”
― Erwin Arnada, Rumah di Seribu Ombak
― Erwin Arnada, Rumah di Seribu Ombak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar